468x60 ads




Apa

Apa.
Suatu kata tanya yang kerap kali muncul dalam setiap peristiwa dunia. Menghasilkan suatu kerumitan luar biasa dalam kesederhanaan ejaannya, memberikan fundamental terdasar bagi permasalahan tingkat 20. Saya ingat sebuah cerita konyol dari seorang teman. Suatu hari teman saya (X) dan adiknya (Y) sedang dalam perjalanan naik motor. Akibat ketidaksempurnaan sistem komunikasi antara kedua penumpang, si X merasa adiknya berkata sesuatu kepadanya.
"Apa?"
"Hah? Apa?"
"Lho, apa?"
"Apanya yang apa?" Akhirnya si X memutuskan berhenti di pinggir jalan dan bertanya langsung pada Y, "Apa?"
Si Y yang juga bingung membalas dengan pertanyaan yang sama, menyebabkan kerumitan persoalan yang sebenarnya tidak ada.
Lucu.
Tiga hurufpun dapat menimbulkan suatu kekonyolan dan intrik pada manusia. Mungkin dia sedang bosan sehingga ingin bermain-main.
Apa buku favoritmu? Apa makanan kesukaanmu? Apa cita-citamu? Apa mimpi terbesarmu? Apa yang membuatmu sedih? Apa dasar negara Indonesia? Apa rumus trigonometri? Apa yang telah kau capai? Apa yang bisa kau banggakan? Apa yang kau berikan?
Beribu apa mewarnai kehidupan manusia, memberikan warna baru diatas hitam putih kehidupan, dan membuka lembar baru untuk dijadikan wacana. Dan manusia dengan lugasnya melontarkan klise dan milyaran huruf yang dikeluarkan untuk memborbardir kata "apa" tersebut. Manusia zaman sekarang memang sudah dipersenjatai dengan baik.

***

Apa tujuanmu hidup?
Entahlah, kata orang tujuan kita hidup adalah mencapai ridho-Nya. "Nya" yang maha segalanya, menciptakan dan memusnahkan, memberi dan mengambil, memiliki setiap milisekon pergantian waktu, setiap nanometer, mengatur percepatan dan arah dari segala gaya yang terbentuk, setiap pergerakan sel, setiap perputaran asam sitrat dalam respirasi.
Tapi, sudahkah Anda paham mengenai statament "mencapai ridho-Nya" tersebut?
Saya, Anda, mereka, semua manusia di dunia ini terbentuk dari pertemuan antara air mani dan sel telur. Apa yang bisa dilakukan oleh perpaduan air mani dan sel telur? Apa yang bisa dicapai oleh seonggok daging dengan ribuan sel abu-abu yang kering? Ridho-Nya? Target yang cukup tinggi bagi penikmat fasilitas-Nya.

Pernahkah Anda berpikir secara biologis?
Manusia terdiri dari bermilyar-milyar sel. Sementara sel adalah unit terkecil dalam tubuh makhluk hidup. Sel-sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama akan membentuk jaringan. Dari jaringan akan terbentuk organ, sistem organ, dan akhirnya suatu individu yang utuh. Jadi, kita ini adalah kumpulan bermilyar-milyar sel.
Lalu bagaimana kita berpikir, berprasangka, berekspresi hanya dengan sekumpulan sel-sel dan teori biologis? Bagaimana mekanisme terprosesnya rasa bangga, malu, jatuh cinta, takut, sedih, bahagia, dan beragam ekspresi yang dimiliki kumpulan sel ini? Apakah terdiri dari sistem biologis yang terbentuk dari perpaduan hormon endorphin dan serotonin? Wow! Betapa membosankannya hidup ini! Bagaimana sebuah ekspresi psikologis dapat dijelaskan dengan mekanisme biologis yang tergolong cukup maksa? Wah, bahkan robot bikinan Jepang sudah bisa merasakan beberapa ekspresi seperti malu-malu dan senang. Berarti tak lain bahwa manusia hanyalah refleksi robot buatan Jepang beberapa tahun kedepan yang sudah dilengkapi dengan kabel dan berbagai campuran kimiawi yang dapat membentuk beragam ekspresi di tengah kebekuan rutinitas kehidupan.

Entah kenapa dalam diri saya menolak untuk setuju dengan pernyataan di atas. Bagaimana bisa? Seharusnya sebuah robot tidak bisa melawan dan harus mengikuti sistem yang telah dirancang oleh ilmuwan super jenius dengan basis algoritma tingkat dewa. Mungkin, ada satu hal yang dimiliki oleh manusia tapi tidak oleh robot. Sesuatu yang hanya bisa dimiliki oleh manusia namun tak bisa dibuat. Mungkin, jiwa?

Sebuah jiwa yang diberikan secara cuma-cuma kepada seonggok daging oleh sang Maha Agung. Satu hal yang mengandung beragam emosi, nafsu, imajinasi, dan pikiran. Hal krusial yang mendasari hakikatnya sebagai manusia yang utuh, yang tersusun lebih dari algoritma atau beragam hukum dan postulat. Fondasi utama yang mengukuhkan identitas sebagai makhluk-Nya, yang menjadikan target dan tujuan kehidupan ini reachable. Mungkin lebih mendasar daripada sel-sel tersebut. Jika hipotesis-hipotesis tersebut benar, beruntunglah manusia dapat memiliki hal yang istimewa. Seluruh robot di dunia pasti akan iri.
Mengingat betapa istimewa sebuah 'jiwa' sampai-sampai bisa mengalahkan robot dengan teknologi tingkat tinggi, pasti tidak sembarang yang diberi oleh-Nya. Dari berjuta-juta sel sperma yang berenang adu cepat dan adu kuat untuk menembus sel telur, entah kenapa sel sperma yang itu yang dipilih oleh sang Maha Pengatur. Mengapa sel sperma yang membawa nama dan nasib kita yang sampai duluan dan akhirnya menutup perlombaan yang diminati jutaan sperma tersebut?


Apa yang membuatmu layak dijadikan pemenang dan mendapat hadiah istimewa berupa jiwa yang membimbingmu ke dunia fana dan kehidupan dengan asimtot tanpa batas ini?



Mungkin manusia perlu memperbarui senjatanya lagi.

3 comments:

Anonymous at: August 10, 2011 at 7:16 PM said...

suangar pek :o

{ perkembangan IT } at: September 19, 2011 at 6:29 PM said...

gawe dewe ta han tulisan iki?

{ Hana Fitriani } at: September 27, 2011 at 4:18 AM said...

iyo reeeeeeeekkk -Hana