Mereka bilang, kebahagiaan hakiki itu bukan dihitung dari seberapa besar gaji mereka, atau pangkat yang telah mereka capai. Kebahagiaan hakiki muncul setelah melihat apa yang mereka kerjakan mempunyai dampak positif bagi orang lain, bagaimana kita bisa bermanfaat bagi orang lain .
"Dahulu saya pernah diancam bahkan sampai diteror oleh preman-preman, tapi rasanya semua terhapus ketika melihat mereka (para anak jalanan asuhan beliau) sudah bisa cari kerja, melamar jadi cleaning service atau ada yang melanjutkan studi ke PTN" -Didit Hape, pendiri Sanggar Alang-Alang (sebuah sanggar yang mendidik anak jalanan) (dengan revisi)
Berapa banyak anak jalanan yang terbantu dengan Pak Didit. Ketika mereka dahulu merasa tidak ada harapan dan hanya sebatas ngamen, Pak Didit datang ke kehidupan mereka. Beliau mengarahkan mereka untuk menjadi manusia yang dapat berbuat sesuatu. Hasilnya? Menjadi juara lomba robot, menjadi penyanyi terkenal, menjadi juara lomba tinju, atau menjadi mahasiswa bukan lagi sekedar imajinasi bagi mereka. Mereka tidak lagi bermain di ruang imajiner, mereka telah menyeberang ke ruang real, dengan bantuan tangan Pak Didit.
"Saya dulu pernah kerja di instansi pemerintah, ketika itu gaji lumayan, kerjanya hanya bikin paper, paper dinilai, naik pangkat. Tapi saya tidak bahagia. Lalu saya memulai sebuah usaha dan mempunyai karyawan-karyawan. Dan ketika ada karyawan yang bilang sudah mulai cicil rumah, sudah bisa menghidupi keluarganya, hati saya bahagia. Dari sana bahagia berasal" - Ita Budi Radiyanti, eksportir.
Seorang pengusaha memang mulia, apalagi jika dari awal diniatkan untuk memberikan kebermanfaatan. Sekarang sudah banyak orang yang hidupnya bergantung di usaha yang dijalani oleh Bu Ita. Banyak orang yang dari usaha itu dapat menghidupi keluarganya, dapat menjadi kebanggaan keluarganya. Kebergantungan itulah yang menjadi motivasi beliau untuk terus maju. Ketika banyak orang mengandalkan usaha itu untuk terus hidup, tidak ada alasan untuk berhenti dan menyerah.
"Wartawan itu gajinya kecil dibanding yang lain. Gaji atau reputasi bukan segala-galanya. Ketika itu saya pernah memberitakan seorang anak autis barusan lari dari rumahnya, saya tayangkan fotonya. Lalu 3 jam kemudian anak itu ketemu. Rasanya bahagia. Kebahagiaan hakiki seorang wartawan datang ketika kita memberitakan sesuatu dan itu berdampak" - Putra Nababan, wakil pemimpin redaksi Seputar Indonesia.
Siapa yang tidak kenal Putra Nababan? Hadir mewarnai berita sore, namanya melonjak ketika mewawancarai Obama. Namun bukan itu yang beliau cari. Hakikat wartawan datang dari dampak beritanya. Saat dokter dapat menyembuhkan satu pasien dalam suatu operasi, seorang wartawan dapat menyembuhkan suatu bangsa. Menjadi wartawan baginya merupakan suatu tanggung jawab besar. Karena pada dasarnya wartawan hanya seorang abdi yang membawa cita-cita dan mengajak berpikir suatu bangsa. "Kami ini adalah pembantu rumah tangga yang bergelar PhD."
See? Mereka semua orang-orang hebat. Hebat bukan dari reputasinya, bukan dari pendapatannya, atau keahliannya. Mereka hebat dari banyaknya manfaat yang mereka berikan, dari banyaknya orang yang bersyukur dengan keberadaan mereka.
Sebuah tamparan memang, mengingat bahwa aku masih belum mengikhlaskan niat untuk memberikan manfaat di setiap langkah. Masih ada rasa ego untuk bisa tampil keren, diakui, atau mengasah kemampuan.
Ya, memang selama aku melakukan banyak hal, memang orientasinya adalah diriku sendiri. Setiap langkahku diniatkan sebatas untuk bagaimana aku bisa meningkatkan kemampuan diri dan mendapat penghargaan dari orang lain. Jadi, aku kuliah yang rajin untuk menjadi orang yang pintar dan mendapat nilai bagus. Bukan, aku kuliah rajin untuk bisa nantinya memanfaatkan ilmuku dan memberikan manfaatnya kepada masyarakat hingga nantinya berujung pada ridho-Nya.
"Mahasiswa itu kebanyakan idealis. Tapi harus hati-hati sekali, ketika sudah sampai ke dunia nyata, banyak sekali arus kencang yang membawa mahasiswa. Orientasi orang itu hanya duit. Idealisme itu gampang sekali goyah. Jadi, mumpung mahasiswa, mumpung punya waktu untuk berpikir, mulailah pikirkan bagaimana nantinya kamu akan bermanfaat bagi orang lain, susun rencananya." -Ya, Pak Putra :)
Apa?
Jadi hebat itu bukan sekedar punya nama, tampil di koran, atau jadi pembicara. Jadi hebat itu jadi bahagia. Jadi orang yang memberikan manfaat langsung kepada orang lain, kepada umat, kepada bangsanya.